Kau ingat
pertama kali kita jumpa di jejaring sosial yang paling heitz pada masanya itu? Saat
aku dan kamu belum saling mengenal, ternyatakita satu kampus yang sama,
kebetulan macam apa itu? Bahkan ternyata kita hampir mengenal semua orang yang
ada di lingkungan kita, aku dan organisasiku serta kamu dan teman-temanmu. Aku ingat,
bagaimana kamu pertama kali meminta nomer ponselku untuk bertukar pesan, karena
online saja tak cukup bagi kita, pun masih kuingat bagaimana isi smsmu pertama
kali malam itu yang kemudian bersambung pesan-pesan berikutnya hingga pukul 10
malam kau menyuruhku tidur karena kau juga ingin beristirahat.
Kita
sama-sama saling menemukan ketika kita telah mengikhlaskan kehilangan, kau
berpisah dengan wanitamu saat itu, dan akupun kebetulan mengalami hal yang sama,
kau yang datang dengan tenang dalam kehidupanku saat itu. Malam itu, tak pernah
terpikir olehku kau akan masuk dalam kehidupanku, aku tak berharap banyak
padamu saat itu, namun siapa yang paling tahu perihal rasa?
Sejauh
apapun bibirku berkata “tidak”, sekuat itulah hatiku berucap “YA”. Ah kau, aku
tak habis pikir bagaimana caramu memasuki hati dan pikiranku, awalnya kuanggap
kau hanyalah teman yang biasa saja, tak berkesan suatu apa, bagaimana bisa
diriku tenang saat kau tak mengabariku sehari? Dan bagaimana paniknya dirimu
mengetahui aku tak ada kabar padahal hanya karena provider kita yang error
sehingga komunikasi kita tersendat.
Saat
ada lelaki yang mendekatiku kau selalu menyatakan keberatanmu, menganggap semua
lelaki yang datang hanya ada maunya saja, kau menghalau mereka semua, hingga
tak pernah ada lagi lelaki yang kuceritakan kepadamu.
Bagaimana
kau bisa menyemangatiku yang saat itu sedang
down, bagaimana juga aku
menjadwalmu kuliah, memarahimu jika tak datang kelas, pun jika kau bangun
kesiangan, kita berlomba-lomba bangun pagi sesudah itu, pesanmu yang mengatakan
“Hayo, kamu kalah, belum memberi kabar padaku, bangun dan sholat subuh dulu
sana” saat aku membuka mataku, dan akupun tersenyum kemudian bangun dan
mengambil wudhu lalu sholat setelah itu membalas pesanmu, menanyakan aktifitas
seharian itu, jadwalmu pun kuhapal, begitupun kamu, kadang jika aku mengantuk,
kita dengan nakalnya bertukar pesan, hingga kuliah yang membosankan itu
selesai. Bahkan seringnya, kau mengikuti kelasku dari luar, kemudian mengomentari
dosenku lewat sms dengan pesan ketawamu yang khas.
Banyak
lagu yang mengiringi kisah kita, bahkan kadang kita nyanyikan berdua kemudian
kau berujar “ini liriknya kita banget ya” dan aku hanya tertawa menimpalimu,
sambil mengingat batasan kau hanya temanku.
Jujur
membuatku serba salah, aku takut dengan mengakui rasa yang ada, maka kau akan
menjauh, hal bodoh yang aku hanya bisa tersenyum sekarang, bahwa ternyata kau
menunggu kejujuranku perihal rasa yang kupunya. Tak kurangkah segala bentuk
perhatianmu kuterima? Tak kurangkah segala bentuk perhatianku untukmu? Godaan-godaan
kecil kala kita bermain bersama, bahkan ringtone handphone kita setting secara
khusus. Kau membutuhkan keyakinanku untuk melangkah bersama. Berdua.
Namun,
hal itu sepertinya sia-sia, saat cinta kita tak berujung restu. Aku ragu, aku
tak berani memperjuangkanmu karena ada satu hal yang mungkin tak bisa kuterima.
Kau melihat keraguanku, namun hanya bisa diam, karena sejujurnya kau tahu
alasanku meragu.
Jenuh,
hingga pada akhirnya aku hanyalah wanita yang membutuhkan kepastian dari
hubungan ini, berapa banyak teman yang memperingatkanku untuk menjauh darimu
dan itu semua tak kugubris, hingga saatnyalah aku merasa ini semua harus
diakhiri, perihal kamu, perihal kita dan rasa yang kita miliki.
Sekarang,
kita menjadi asing, saling tak mengenal, namun kamu menjadi batu loncatan
hidupku, semangatku untuk terus melangkah, aku sudah lupa caraku moveon hingga
akhirnya aku terbiasa tanpa kamu. Terimakasih telah mengajarkan segala,
mengajarkan arti peduli, mengajarkan untuk bagaimana merasa lebih peka. Bahagialah
kau dengan wanitamu sekarang ya ^^
Tidak ada komentar
Mari berkomentar yang baik yaaaa