Teruntuk
mamah dan ibuku yang belum bisa kubahagiakan
Selamat
membaca surat ini mamah dan ibu, kalian berdua wanita yang paling kusayangi di
dunia ini, bukanlah salah satu dari kalian, karena jika aku harus memilih maka
aku tak akan pernah menjawab pilihan itu, karena bagiku kalian berdua sama
berartinya bagi hidupku.
Teruntuk
mamah yang sudah lebih dulu menjemput kebahagiaan yang kekal, apakabar mah? Lama
kita tak bersua, lama aku hidup sendirian tanpa punya teman bercerita, tak
pernah ada pendengar sebaik engkau mah, kau yang selalu, selalu dan selalu
memanjakan aku, selalu menuruti semua inginku, selalu menyayangiku walaupun aku
terkadang membantahmu, tak menurutimu, tak mendengarkanmu, dan segudang
kenakalanku lainnya, yang jika kuingat sekarang ingin sekali aku berlutut
meminta maaf kepadamu atas apa yang kulakukan saat masih kanak-kanak dulu, aku
kehilangan pegangan ketika kau pergi mah, duniaku gelap. Tak bisa kupercaya
nasib apa yang sedang kuhadapi ini, tuhan sedang menguji keluarga ini, batinku
berteriak merasa ini semua tak adil, tak seharusnya kau pergi dengan cara
begitu, Ma. Tapi aku bisa apa? Jika kau lebih disayang tuhan dibanding keinginanmu
bersama dengan kami.
Aku menyayangimu,
Ma. Tak pernah bosan kuucapkan sekarang, seperti yasin yang aku kirimkan untukmu,
selalu. Ma, ada yang menggantikanmu mengurus kami, memerhatikan aku dan adek
layaknya anak kandungnya, orang itu kusebut Ibu. Ma, kau tak cemburu kan? Kau tak
perlu merasa marah kan, Ma? Darinya, aku belajar banyak hal tentang kedewasaan,
usiaku 18 saat itu, Ma. Berat rasanya memikirkan dirimu digantikan oleh yang
lainnya, tapi bagaimana? Hidup harus terus berjalan kan ma? Aku ga boleh egois,
aku merasakan kasihmu 10 tahun, sedangkan adek hanya 22 bulan, aku ga boleh
merenggut kebahagiaan orang-orang terdekatku, kan Ma? Toh, ini hanya untuk
kebahagiaan adek dan papa. Aku mulai menerimanya di hidupku, Ma.
Ma,
mungkin aku memang belum bisa membahagiakanmu, tapi nanti, aku pasti akan
memperlihatkanmu bahwa aku bisa!
Teruntuk
ibu yang bersamaku hingga saat ini, terimakasih, telah mendidik kami, anakmu ke
jalan yang benar, walaupun seringkali habis sabarmu dalam menasehati kami, tapi
kami tak pernah lupa itu, kami tahu, apa yang kau lakukan dan perbuat untuk
kami adalah untuk kebaikan kami di masa depan nanti. Maaf, bu. Kita selalu tak
bisa berkomunikasi dengan baik, selalu ada sesuatu yang salah antara kita,
entah aku yang tak mengerti maksudmu, entah kau yang tak mengerti maksudku. Tentang
segala ingin yang kau mau, tentang segala apa yang kuperbuat.
Maaf,
Bu. Maaf karena mungkin aku sudah menyakitimu, karena aku selalu tak pernah menyadari
kesalahan apa yang telah kuperbuat, ucapan apa yang mungkin menyakitimu. Bibir ini
masih sering terucap kalimat yang mungkin menyakitkan hatimu, maaf, aku tak
pernah bermaksud begitu, hingga akhirnya sekarang, aku pilih diam, daripada
memulai perselisihan denganmu, dengan begitu, kita aman, tak akan ribut-ribut
kecil atau bagaimanalah.
Aku hanya
enggan memulai konfrontasi didepanmu, dan sungguh aku pun tak mengerti kenapa
hingga hari ini aku belum bisa terbuka denganmu, lima tahun kurang untuk kita
mengerti masing-masing kita, dan masih ada waktu-waktu ke depan yang membuat
kita saling memahami jika kita saling menyayangi.
Mama,
Ibu, maaf aku belum bisa menjadi kebanggaan kalian, tapi yang pasti harus tahu,
bahwa jalanku menuju ke sana, menuju menjadi yang membanggakan kalian berdua,
tak pernah terucap, selalu dalam hati, namun aku ingin ibu tahu, aku
menyayangimu, bu sama seperti aku menyayangi mama, tak ada arti lebih sayang
siapa, keduanya sama. Teruslah menjadi ibuku yang paling sabar dan selalu kuat
untuk menghadapiku, Bu.
Aku sayang
kalian J
Your
daughter.
Tidak ada komentar
Mari berkomentar yang baik yaaaa