Aku tuh anaknya
random abis, ya ga jelas gitu maksudnya. Kalo lagi senggang dikit aja bisa ke
mana-mana, hari ini ke Magelang, besok udah di Pekalongan, bisa juga hari ini di
Jakarta besok udah di Magelang datengin kawinan orang, yah sesukaku gitu. Makanya
pandemic ini sedikit banyak bisa ngerem aku buat pergi-pergi. Di rumah aja juga
ngelakuin yang bisa aku lakuin. Ceritanya Senin kemarin janjian sama temanku
sebut saja inisialnya Mara. Kami janjian sore hari di suatu tempat.
Tapi ternyata…
Pagi itu, sebut
saja temanku yang lainnya, inisialnya Devi. Tiba-tiba chat nanyain aku ngapain
hari ini, ya kujawab aja, aku di rumah, sore baru keluar. Ga pake lama dia tiba-tiba
whatsapp “aku di depan gang” ya Devi ini golongan orang yang tau-tau nyulik
aja. Tau-tau bilang di depan gang. Pas kami bertemu dan aku baru tanya “mau makan
di mana?” dia udah nyerocos duluan “aku pengen duren ik. Golek duren yok”
mungkin, inilah yang dinamakan pucuk dicinta ulam pun tiba. Dari beberapa hari
yang lalu aku udah wasap beberapa temanku dengan spam chat kalo aku kepengen duren. Namanya orang
lagi pengen, dan makan duren itu enaknya rame-rame. Hihi iya nggak sih?
Nggak pakai lama,
aku kabari temanku yang di Ungaran untuk menanyakan rekomendasi beli duren yang
enak dan murah tentunya, akhirnya ada di daerah Gunungpati. Aku menghubungi
juragannya, dan bilangnya masih ada durennya. Baik. Kamipun meluncur ke sana setelah
sebelumnya aku bilang ke Devi kalo mampir ATM dulu karena cashku habis. Hal konyol
mulai terjadi ketika kami sampai di depan sebuah bank. “kak, kamu aja yang
turun ya, aku transfer ke rekeningmu” ujarku sambil bergegas mengambil hp untuk
transfer. Selesai transfer, Devi mencari-cari sesuatu di jok belakang, tak lama
“lho. Lho.. jebule dompetku keri” ujar Devi panik. Aku hanya tertawa, “yaudah
aku aja yang turun” sahutku.
See? Kerandomanku
tu ya, selalu saja ada. Ada aja yang bisa diceritain, dari yang ketinggalan dompet.
Angusin tiket, udahlah. Banyak. Adaaaa aja pokoknya mah. Menuju lokasi duren
yang dimaksud pun sampe nyasar-nyasar, untung aja juragan duren tersebut
terkenal. Jadi aku bertanya pada beberapa orang hingga akhirnya sampai di
tempat yang kutuju. Tempatnya lumayan mblusuk ya, kalau sudah paham dengan
ancer-ancernya sih enak, saat aku sampai, Bapak Markani sedang di kebon duren,
aku telpon beliau begitu sampai dan jawaban bapaknya “iya mbak, saya lagi di atas pohon
nih.” Kami menunggu sampai bapaknya datang, dan kemudian minta dipilihkan duren
yang maknyus.
Lets party! Harga
sebuah duren bervariasi mulai dari 50ribu sampai 250ribu tergantung ukurannya. Kami
dipilihkan ukuran yang tanggung, seharga 75ribu satu buahnya, rasanya manis cuma
kurang legit di duren pertama, tapi di duren kedua dan ketiga, maknyus pisan. Nggak
main-main. Enak.
Saat itu
kudikabari kalau temanku ingin menyusul tapi rupanya nggak jadi karena masih ada
kerjaan, yasudah. Akupun lanjut menikmati durenku dengan sangat nikmat. Ternyata
waktu cepet banget berlalu, dengan perut yang sudah diganjal roti dan duren
kami meninggalkan tempat itu. hingga kemudian saat di jalan dan melewati sebuah sekolah berasrama yang terkenal di
Semarang aku nyeletuk “lho kak, sebelah sini ada bebek goreng enak” celetukan
spontanku berhasil membuat Devi memelankan laju kendaraannya kemudian berbalik
arah untuk parkir. Karena kami juga belum mengisi perut sejak tadi (aspaan, itu
duren apaan?) kemudian kami berhenti di Pak Tori.
Rata-rata semua
sudah tahu dengan Pak Tori dan memang bebek gorengnya seenak itu, itu bukan
kali pertama aku makan di sana, tapi itu pertama kalinya aku makan ayam goreng
di sana, ayamnya empuk sepertinya memakai ayam pejantan, karena ukurannya
lumayan besar. Aku menyukai sambelnya ada 2 jenis sambal yang disajikan, sambel
merah dan ijo. Sambal khas Semarang, manis dan sedikit pedas. Cocok untuk lidah
jawa. Aku juga tak lupa memesan tempe goreng setengah porsi dan Devi memesan
pete. Aku melirik pete miliknya, dan kutanya “Rasanya kayak apa kak?” kataku
penasaran. “Enak, manis” sahut Devi sambil mencocolkan pete dengan sambal lalu
dicampur nasi putih anget miliknya. Jelas saja aku tak mau kalah, kuambil petenya
dan kumakan dengan cara yang sama “loh, enak ya. Aku suka aromanya di mulut, penuh”
sejujurnya, aku bukan orang yang doyan pete, pare, dan jengkol tapi sore itu aku
mencobanya, iseng aja.
Sore itu kami
tutup dengan makan ayam goreng Pak Tori. Jalan-jalan random yang bisa diulangi
lagi, kapan-kapan. Sama kamu mungkin?
lokasi
Juragan Durian Pak Markani
Siroto, Gunungpati
Ayam dan Bebek Pak Tori
Sari Rasa Pak Thori
wahhh aku juga random anaknya, ga jelas juga hahaha
BalasHapuskadang pengen kesini ya berangkat aja, kadang pengen kesana ya tinggal cuss aja
apalagi kalau soal diculik, mayan sering hahaha
tapi kalau duren aku nggak mau soalnya ga begitu doyan, tapi kapan hari suatu prestasi juga bisa dikit dikit makan
kayaknya lebih lahap lagi kalau makan bebek gorengnya tuh