Blusukan cari kuliner di Semarang

1 komentar


Aku tuh anaknya random abis, ya ga jelas gitu maksudnya. Kalo lagi senggang dikit aja bisa ke mana-mana, hari ini ke Magelang, besok udah di Pekalongan, bisa juga hari ini di Jakarta besok udah di Magelang datengin kawinan orang, yah sesukaku gitu. Makanya pandemic ini sedikit banyak bisa ngerem aku buat pergi-pergi. Di rumah aja juga ngelakuin yang bisa aku lakuin. Ceritanya Senin kemarin janjian sama temanku sebut saja inisialnya Mara. Kami janjian sore hari di suatu tempat. 

Tapi ternyata…

Pagi itu, sebut saja temanku yang lainnya, inisialnya Devi. Tiba-tiba chat nanyain aku ngapain hari ini, ya kujawab aja, aku di rumah, sore baru keluar. Ga pake lama dia tiba-tiba whatsapp “aku di depan gang” ya Devi ini golongan orang yang tau-tau nyulik aja. Tau-tau bilang di depan gang. Pas kami bertemu dan aku baru tanya “mau makan di mana?” dia udah nyerocos duluan “aku pengen duren ik. Golek duren yok” mungkin, inilah yang dinamakan pucuk dicinta ulam pun tiba. Dari beberapa hari yang lalu aku udah wasap beberapa temanku dengan spam chat kalo aku kepengen duren. Namanya orang lagi pengen, dan makan duren itu enaknya rame-rame. Hihi iya nggak sih?
Nggak pakai lama, aku kabari temanku yang di Ungaran untuk menanyakan rekomendasi beli duren yang enak dan murah tentunya, akhirnya ada di daerah Gunungpati. Aku menghubungi juragannya, dan bilangnya masih ada durennya. Baik. Kamipun meluncur ke sana setelah sebelumnya aku bilang ke Devi kalo mampir ATM dulu karena cashku habis. Hal konyol mulai terjadi ketika kami sampai di depan sebuah bank. “kak, kamu aja yang turun ya, aku transfer ke rekeningmu” ujarku sambil bergegas mengambil hp untuk transfer. Selesai transfer, Devi mencari-cari sesuatu di jok belakang, tak lama “lho. Lho.. jebule dompetku keri” ujar Devi panik. Aku hanya tertawa, “yaudah aku aja yang turun” sahutku.
See? Kerandomanku tu ya, selalu saja ada. Ada aja yang bisa diceritain, dari yang ketinggalan dompet. Angusin tiket, udahlah. Banyak. Adaaaa aja pokoknya mah. Menuju lokasi duren yang dimaksud pun sampe nyasar-nyasar, untung aja juragan duren tersebut terkenal. Jadi aku bertanya pada beberapa orang hingga akhirnya sampai di tempat yang kutuju. Tempatnya lumayan mblusuk ya, kalau sudah paham dengan ancer-ancernya sih enak, saat aku sampai, Bapak Markani sedang di kebon duren, aku telpon beliau begitu sampai dan jawaban bapaknya “iya mbak, saya lagi di atas pohon nih.” Kami menunggu sampai bapaknya datang, dan kemudian minta dipilihkan duren yang maknyus.


Lets party! Harga sebuah duren bervariasi mulai dari 50ribu sampai 250ribu tergantung ukurannya. Kami dipilihkan ukuran yang tanggung, seharga 75ribu satu buahnya, rasanya manis cuma kurang legit di duren pertama, tapi di duren kedua dan ketiga, maknyus pisan. Nggak main-main. Enak.



Saat itu kudikabari kalau temanku ingin menyusul tapi rupanya nggak jadi karena masih ada kerjaan, yasudah. Akupun lanjut menikmati durenku dengan sangat nikmat. Ternyata waktu cepet banget berlalu, dengan perut yang sudah diganjal roti dan duren kami meninggalkan tempat itu. hingga kemudian saat di jalan dan melewati sebuah sekolah berasrama yang terkenal di Semarang aku nyeletuk “lho kak, sebelah sini ada bebek goreng enak” celetukan spontanku berhasil membuat Devi memelankan laju kendaraannya kemudian berbalik arah untuk parkir. Karena kami juga belum mengisi perut sejak tadi (aspaan, itu duren apaan?) kemudian kami berhenti di Pak Tori.



Rata-rata semua sudah tahu dengan Pak Tori dan memang bebek gorengnya seenak itu, itu bukan kali pertama aku makan di sana, tapi itu pertama kalinya aku makan ayam goreng di sana, ayamnya empuk sepertinya memakai ayam pejantan, karena ukurannya lumayan besar. Aku menyukai sambelnya ada 2 jenis sambal yang disajikan, sambel merah dan ijo. Sambal khas Semarang, manis dan sedikit pedas. Cocok untuk lidah jawa. Aku juga tak lupa memesan tempe goreng setengah porsi dan Devi memesan pete. Aku melirik pete miliknya, dan kutanya “Rasanya kayak apa kak?” kataku penasaran. “Enak, manis” sahut Devi sambil mencocolkan pete dengan sambal lalu dicampur nasi putih anget miliknya. Jelas saja aku tak mau kalah, kuambil petenya dan kumakan dengan cara yang sama “loh, enak ya. Aku suka aromanya di mulut, penuh” sejujurnya, aku bukan orang yang doyan pete, pare, dan jengkol tapi sore itu aku mencobanya, iseng aja.

Sore itu kami tutup dengan makan ayam goreng Pak Tori. Jalan-jalan random yang bisa diulangi lagi, kapan-kapan. Sama kamu mungkin?


lokasi 

Juragan Durian Pak Markani 

Siroto, Gunungpati

Ayam dan Bebek Pak Tori

Sari Rasa Pak Thori

1 komentar

  1. wahhh aku juga random anaknya, ga jelas juga hahaha
    kadang pengen kesini ya berangkat aja, kadang pengen kesana ya tinggal cuss aja
    apalagi kalau soal diculik, mayan sering hahaha
    tapi kalau duren aku nggak mau soalnya ga begitu doyan, tapi kapan hari suatu prestasi juga bisa dikit dikit makan

    kayaknya lebih lahap lagi kalau makan bebek gorengnya tuh

    BalasHapus

Mari berkomentar yang baik yaaaa