Assalamualaikum. selamat membaca di tengah-tengah kesibukan yang mendera.
pada tulisan ini saya akan membahas tentang sosok Muhammad Hanif Wicaksono. Beliau merupakan peraih Astra Satu Indonesia Award 2018. Penghargaan ini pantas diraih karena beliau gigih menyelamatkan 150 pohon buah Kalimantan dari kepunahan. Tenyata tidak hanya hewan yang bisa punah ya, buah-buahan juga jika dibiarkan dan dikonsumsi secara terus menerus juga bisa habis juga.
Dulunya Guru di Malang
Sampai tahun 2011, Hanif Wicaksono yang berasal dari Blitar mengajar di sebuah SMP di Batu, Malang. Kehidupannya berubah bakda wafatnya mertua pada tahun itu. Ia berhenti mengajar dan memutuskan pindah ke kampung halaman istri di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.
Mulai Jelajahi Hutan Kalimantan
Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang itu sempat menganggur. Baru tahun 2014 ia mendapat pekerjaan sebagai penyuluh Keluarga Berencana.
Untuk mengisi waktu, ia iseng menjelajahi hutan di sekitar desanya. Ia takjub melihat pohon dan buah endemik Kalimantan Selatan. Tak pernah ia melihat langsung buah-buahan khas yang bentuknya aneh dan mengundang rasa penasaran.
Ia bertanya pada orang kampung, apakah mereka tahu nama-nama buah lokal itu. Lucunya, orang kampung juga tidak bisa memberi banyak informasi tentang buah-buahan lokal bagi Hanif yang adalah pendatang di situ.
Berbekal rasa ingin tahu dan kesadaran akan pentingnya pelestarian buah-buahan lokal, Hanif mulai memotret dan mencatat ciri-ciri buah-buahan lokal yang ia jumpai di hutan.
Hasil penelitiannya sejak tahun 2012 ia tuliskan dalam aneka buku. Satu buku yang telah terbit berjudul 'Potret Buah Nusantara Masa Kini'.
Sementara itu, ia sedang menyelesaikan 6 draf buku lagi yang berjudul "Buah Hutan Kalimantan Selatan seri 1-6 (sebuah dokumentasi dan upaya konservasi)".
Hanif bukan hanya mendokumentasikan, tapi juga membudidayakan sebagian pohon buah lokal itu.
Ia rela menggunakan uang pribadinya untuk merawat dan membudidayakan pohon buah lokal. Selama lima tahun, hanya sekali ia mendapat bantuan dari BPTP Kalsel.
1.cilitan
Dalam suatu penjelajahannya di hutan, Hanif menemukan cilitan, suatu mangga berukuran amat mini. Ukurannya sekecil Mangifera griffithi dengan biji kempis. Warna buah cilitan tetap hijau meski sudah matang. Rasa buah ini manis. Sudah begitu, aromanya harum.
"Masyarakat setempat hanya mengupas kulit dan memakan buah kecil tanpa membuang bijinya," kata Hanif. Musim berbuah tanaman anggota famili Anacardiaceae itu pada November---Februari.
2. Katitiwar
Hanif juga menjumpai suatu buah yang mirip duku. Masyarakat menamainya katitiwar. Nama ilmiahnya katitiwar Aglaia sp.
"Baunya persis duku dengan cita rasa asam manis,"tutur Hanif.
Hanif berhasil menemukan buah yang disebut warga lokal sebagai kacai. Buah lokal ini mirip gac fruit.
Bedanya bentuk daun lebih bulat dan ukuran buahnya 2---4 kali lebih besar dari gac fruit.
3.kacai
Masyarakat lokal menamainya kacai. Lazimnya warga memasak buah mudanya sebagai sayur. Tanaman itu tumbuh baik di tempat lembab seperti tepi sungai.
4. Mahrawin
Durian Mahrawin (Durio oxleyanus, Griffith) adalah salah satu jenis durian yang mempunyai pohon yang tinggi dapat mencapai 40-50m, dengan ciri khas buah mempunyai duri yang panjang, berwarna hijau dan hanya mempunyai 4 ruang/juring, buah bulat kecil (biasanya < 1kg).
Di Kalimantan Selatan durian ini banyak ditemukan di kabupaten Hulu Sungai Selatan, Tanah Bumbu, Balangan dan Tabalong. Durian Mahrawin yang berasal dari desa Hamak, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan telah terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian dengan nama Durian Mahrawin Hamak.
5. Belimbing darah
Pohon belimbing darah memiliki tinggi mencapai 21 m. Daunnya lonjong. Bunga berwarna kuning, buah berwarna kemerahan dan terasa manis keasaman. Musim buah terjadi pada bulan November sampai Januari. Buah muncul dari batang dan cabang.
Buah belimbing darah mengandung protein, karbohidrat, serat, mineral dan vitamin C. Di Kalimantan Barat, belimbing darah banyak ditemukan di daerah Sanggau, Sekadau, Sintang dan Kapuas Hulu.
Pentingnya Melindungi Hutan dan Plasma Nutfah
Pemerhati buah lokal Borneo ini berkata, "Kalau tidak ada upaya penyelamatan, maka buah-buah khas tersebut akan punah."
Karena itulah, Hanif mendirikan Tunas Meratus. Tunas Meratus aktif mengumpulkan dan mendokumentasikan, membibitkan dan membudidayakan tanaman buah Kalimantan, pelestarian sumberdaya plasma nutfah Kalimantan
Hanif cenderung mengembangkan tanaman secara generatif atau menggunakan biji agar lebih mudah beradaptasi di rumahnya yang ada di di dataran rendah. Sebagai informasi, hampir semua buah berasal dari perbukitan. Beberapa buah sulit diperbanyak secara generatif seperti durian terkecil. Solusinya, Hanif menyambungnya dengan durian lain. Hanif telah berhasil memperbanyak 100 buah lokal dari 150 jenis yang ia temukan.
Hanif menambahkan, 150 jenis buah endemik Kalimantan terancam punah, menyusul kian maraknya penebangan kayu, pembukaan lahan perkebunan, dan pertambangan.
Hanif mengatakan, 150 jenis buah tersebut merupakan sumber genetika yang harus tetap ada untuk generasi mendatang.
Ia menyebutkan, jenis durian saja ada sekitar delapan varietas dan puluhan spesies dengan nama lokal yang macam-macam.
Nama lokal terhadap durian tersebut, antara lain lahung, mantaula, lekol, mahrawin, karatongan, pampakin, pampakin layung, dan matuala.
Hanif menambahkan, jenis nangka-nangkaan ada 17 jenis, dengan nama lokal: tarap biasa, tarap banyu, tiwadak, binturung, kulidang, mentawa, tarusung, dan buyian.
Oleh karena itu, ia menyarankan kepada pengambil kebijakan untuk menjaga genetika tersebut dengan tidak mengizinkan begitu saja usaha pertambangan dan perkebunan, yang bisa merusak kelestarian hutan dan plasma nutfah.
Hanif dapat dihubungi melalui Instagram: www.instagram.com/sano_cy.
Tidak ada komentar
Mari berkomentar yang baik yaaaa