Minggu terakhir di November, aku
diajak Kak Resi untuk meliput acara Bawaslu di daerah Sunter, kebetulan banget
hari itu aku ada di sawangan, depok. Akhirnya berjalanlah aku dari selatan
menuju utara, hehe. Karena jam yang mepet, aku turun di stasiun kota untuk
kemudian aku menggunakan ojek online sampai sunlake hotel.
Badan Pengawas Pemilihan Umum
atau Bawaslu kini tidak hanya melakukan
pengawasan saat proses pemilihan suara berlangsung saja. Bawaslu kini melakukan
pendekatan melalui kebudayaan untuk membantu meningkatkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya menggunakan hak suara mereka dalam pemilu. Hal ini diketahui saat “Acara Sosialisasi Pengembangan Pengawasan Partisipatif Melalui
Sarana Kebudayaan” oleh Bawaslu Kab. Adm Kepulauan Seribu pada 29 November lalu
di Hotel Sunlake, Jakarta.
Kebudayaan Kepulauan Seribu
Bawaslu Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu menunjukkan keberhasilannya sebagai kabupaten yang memiliki
kesadaran partisipasi yang tinggi saat pemilu lalu. Untuk itu Kab. Adm.
Kepulauan Seribu menjadi contoh yang baik dan perlu disebarluaskan keberhasilan
mereka melalui pertunjukan seni budaya khas Kepulauan Seribu yang menjadi
bagian dari Provinsi DKI Jakarta.
Perang pantun
Aku kagum dengan budaya
Betawi yang dilakukan langsung saat pembukaan acara, Ketua Bawaslu DKI
Jakarta, Muhammad Jufri dan Ketua Bawaslu Kab. Adm Kepulauan Seribu, H.
Syaripudin diarak bersama iringan orang berpakaian adat Betawi. Arakan Betawi
itu disambut dengan pantun yang bersambut pantun kembali.
Setelah perang pantun berakhir,
terjadi duet bela diri. Acara riuh melihat bela diri khas Betawi
berlangsung. Arakan diakhiri dengan shalawat
karena mayoritas penduduk kepulauan seribu beragama Islam. Semua bergembira, berbagi kebahagiaan bersama dan aku melihat kekompakan dan persaudaraan yang kuat di sini.
Bawaslu menjadikan pendekatan
kebudayaan menjadi sebuah program tetapnya. Pendekatan kebudayaan seperti ini
sangat perlu dilestarikan dan dikembangkan. Indonesia kaya
akan keberagaman dan adat istiadatnya yang dibaliknya tersimpan makna sejati
dari para leluhur.
Pendekatan kebudayaan juga
dilakukan untuk memberikan inspirasi serta keberanian dalam melaporkan
pelanggaran dalam proses pemilihan suara selain untuk memberikan kesadaran saat
pemilihan suara. Masyarakat dirasakan perlu untuk mendapatkan pemahaman bahwa
untuk menjadi seorang pelapor dalam proses pemilihan suara sesungguhnya adalah
wujud mendirikan demokrasi di Indonesia. Dengan menjadi warna negara Indonesia
yang baik suda sepatutnya untuk bersama mengawal segala proses yang bisa
membangun Indonesia maju.
Bila tidak mau dicap sebagai
pelapor, juga bisa dengan cara menginformasikan secara nyata segala sesuatu
yang terjadi saat proses pemilihan suara.
Nyatakan proses berjalan secara adil dan jujur. Jika
dirasa ada kejanggalan segera informasikan. Jangan sampai dengan pembiaran
kejanggalan tersebut bisa merusak hasil pemilihan suara. Hasil suara yang tidak
jujur bisa merugikan semua warga negara Indonesia. Sepele mungkin bagi sebagian
orang tetapi tidak untuk sebagian orang lainnya yang menginginkan Indonesia
dengan pemimpin yang baik kepada bangsa dan negaranya.
Pendekatan melalui seni budaya
memang terbilang efektif. Sosialisasi dengan lenong seperti yang
dipertunjukkan oleh Sanggar Naga Pamungkas Rorotan membuatku berdecak kagum.
Dengan membekali informasi seputar program Bawaslu maka pemain lenong bisa
menyampaikan informasi dengan cara yang segar melalui candaan Betawinya dan
dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh banyak orang tanpa menghilangkan ciri
khas Betawinya.
Kampung Sadar Pengawasan Pemilu
Aku juga mengetahui bahwa Bawaslu
ternyata juga membuat Kampung Sadar Pengawasan Pemilu di Kelurahan Cilangkap
yang diresmikan pada 3 Desember 2019.
Perlahan tapi pasti Bawaslu akan mendirikan kampung serupa di daerah lainnya di
Indonesia. Ketua Bawaslu DKI Jakarta, M. Jupri mengharapkan masyarakat
berpartisipasi aktif dalam mengawasi Pemilu agar proses pemilihan suara dapat
berjalan dengan aman, adil dan damai
Sekian ya ceritaku, bagaimana dengan pemilu di daerahmu? Share yuk!
programnya keren nih, semoga semakin banyak ya acara edukasi seperti ini karena memang positif biar semua berjalan aman dan tentram
BalasHapuskeren banget mbak, dan caranya juga asik banget, pengenalan budaya juga.
HapusWah keren ya Bawaslu...memadukan budaya dan pendekatan edukasi pada masyarakat. Semoga makin banyak masyarakat yang sadar pemilu ya
BalasHapuskeren banget Mbak, heheu,,, asik banget ya bikin orang-orang sadar pemilu dengan cara yang lebih mudah.
HapusErina jalan2nya jauh bgt niih, sampe Sunter segala...semoga di Semarang juga ada acara bergizi kayak gini ya
BalasHapusJauh banget, pakai nyasar juga, aku dari sawangan kemarin, bayangin aja dari selatan lho.. hahaha
HapusTahun depan sepertinya akan ramai di daerahku karena mulai ada pilkada. Hm, semoga tertib dan aman..
BalasHapusaamiin semoga aman semua ya mbak...
HapusWah, menarik juga ya. Keberadaan kampung seperti ini bisa menjadi salah satu menjaga perdamaian. Utamanya di momen-momen politik.
BalasHapusSemoga di Lombok dan Sumbawa juga bisa lahir kampung seperti ini.
Dengan adanya sosialisai dan masyarakat yang sadar pemilu semoga makin aman dan damai ya. Di seluruh Indonesia. Aamiin.
BalasHapusWah hebat juga ya programnya, inovatif. Semoga sukses kegiatannya dan Bawaslu semakin mampu melaksanakan tugasnya menagawal pemilu lebih adil.
BalasHapusBagus juga nih metode pendekatan yang dilakukan oleh Bawaslu ke masyarakat. Melalui pendekatan budaya gini, bakalan lebih efektif ya. Masyarakat tidak merasa diintervensi karena memang sejatinya Bawaslu ini butuh disupport untuk keberlangsungan pemilu yang jujur dan adil.
BalasHapusPerang pantun yang good banget. Jadi sarana sosialisasi yang semoga lebih mudah diterima masyarakat. Anyway, welcome, pilkada! heueheu..
BalasHapusOke nih programnya Bawaslu. Seru ya lihat perang pantun... Aku belum pernah lihat langsung budaya khas Betawi ini... Penasaran
BalasHapusCara pendekatan yang dilakukan bawaslu sangat unik dan berhasil
BalasHapus